Powered By Blogger

Kamis, 31 Maret 2011

SMA NEGERI 1 PEUDADA MEMBUTUHKAN PENIMBUNAN DAN PAGAR SEKOLAH


Bireuen
Bila kita melihat sejarah SMA Negeri 1 Peudada, merupakan sekolah yang menjadi saksi saat bergejolaknya ACEH khususnya di Bireuen, tepatnya di Desa Pucok Alu Rheng Kecamatan Peudada sekolah ini pada masa lalu  merupakan salah satu sekolah yang menjadi korban kejamnya konflik  di daerah ACEH. Sekolah yang menampung 547 siswa ini juga merupakan sekolah yang banyak menampung siswa-siswa yang kurang mampu khususnya anak-anak dari petani yang berdomisili dekat dengan pegunungan dan pesisir pantai, namun dengan demikian saat MEDIA INI melakukan invetigasi ke SMA Neg 1 Peudada kami sempat tercengang dengan perkembangan sekolah yang drastis sudah jauh berubah dengan bayangan masa dulu.
Halaman sekolah yang sering digenangi air waktu hujan.dok Faisal
 
Semenjak kepemimpinan Drs. T. Syukri yang baru bekerja belum sampai setahun, perubahan sudah Nampak di sekolah ini, dengan peningkatan kedisiplinan bagi para siswa-siswi dan guru-guru yang bertugas di SMA Neg 1 Peudada,selain itu Bapak Drs. T.Syukri juga ada memberikan beberapa pelatihan kepada guru-guru sekolah untuk dapat bersaing dengan perkembangan jaman dengan mengajak guru-guru untuk lebih menguasai dengan tekhnologi IT yang berkembang dewasa ini dengan cara mengikuti program yang dicanangkan oleh kepala sekolah yaitu pelatihan computer.
Dengan bangunan fisik yang telah ada SMA Negeri 1 Peudada siap menuju sekolah yang akan mencetak siswa-siswi  yang berprestasi dan bermoral yang bisa membawa nama ACEH harum khususnya Bireuen.Kami juga sempat mewawancarai Bapak Drs.T.Syurki selaku Kepala sekolah SMA Negeri 1 Peudada yang baru sekitar 8  bulan lebih bertugas di sekolah  tersebut, beliau sangat mengharapkan pada Dinas-dinas yang terkait untuk dapat lebih memprioritaskan atau melihat kondisi sekolah SMA Negeri 1 Peudada,baik infrastruktur maupun  hal-hal yang lain yang menyangkut dengan sekolah ini untuk dapat melaksanakan proses belajar mengajar dengan baik.
Masih keterangan dari kepala sekolah, “Tiap musim hujan disekolah ini khususnya dihalaman depan selalu digenangi air, terkadang kalau hujannya lama air sempat masuk keruangang, ini jelas-jelas akan selalu mengganggu proses belajar-mengajar, karena dulunya ini merupakan areal persawahan yang ditimbun untuk dijadikan bangunan sekolah, begitu juga dengan pagar belakang sekolah yang sekarang sangat kami butuhkan, karena dengan tidak adanya pagar tersebut kami tidak sanggup mengontrol siswa yang bolos ataupun keluar masuk lewat belakang sekolah, begitu juga dengan hewan-hewan peliharaan masyarakat sekitar yang bebas masuk ke dalam pekarangan sekolah”. Begitu ujarnya.
Sekolah SMA Negeri 1 Peudada saat MEDIA INI melihat kondisi yang riil dilapangan sangat membutuhkan penimbunan dan pembangunan pagar belakang sekolah untuk dapat mendukung dari misi sekolah yang akan mencetak kader-kader yang akan membawa daerah ini kedalam pembangunan yang  bermoral dan terbebas dengan segala praktek-praktek yang merugikan masyarakat khususnya Daerah Serambi Mekah ini. (FB)

PILKADA ACEH DARI PENGUMPULAN KTP


Banda Aceh
Perjuangan masyarakat sipil Aceh berhasil membuka ruang demokrasi seluas-luasnya, ditandai dengan keberhasilan mencabut pasal 256 UU Pemerintahan Aceh yang mengatur soal calon perseorangan. Perjuangan ini dilakukan melalui uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK) pada akhir Desember lalu, sekaligus kemenangan bersejarah bagi seluruh bakal calon kandidat Gubernur maupun bupati yang hendak maju dari jalur perseorangan. Meskipun begitu, tidak semua elit politik di Aceh setuju dengan kemajuan demokrasi ini, dan mereka tidak menginginkan kekuatan politik lain memimpin Aceh. Ada pula yang mendukung calon independen, tetapi sulit untuk mempercayai bahwa calon independen bisa menjalankan roda pemerintahan karena sulitnya mendapat dukungan parlemen.
Namun, di balik semua itu, kita membutuhkan kedewasaan politik semua pihak dalam menilai dan menyikapi putusan MK tersebut. Nilai plusnya ada pada penegakan hukum yang dilakukan oleh MK yang masih pro-demokrasi. Artinya, kita patut memberi apresiasi kepada MK atas keberanian yang luar biasa dalam mencabut pasal 256 dan mengabulkan seluruh tuntutan penggugat. Akhirnya, Aceh kembali bisa menikmati calon perseorangan untuk bertarung dalam pilkada dalam waktu dekat.
Saat  Media TIPIKOR menghubungi  Afifuddin adalah penggiat sosial-politik di Aceh. mengatakan Sejauh ini, geliat politik di Aceh sudah ditandai dengan kesibukan masing-masing kandidat untuk mengurus kelengkapan administrasi. Kandidat yang hendak maju dari partai politik sedang sibuk mencari dukungan parpol, sementara calon kandidat independen sibuk menggali dukungan dari massa rakyat di pelosok-pelosok. Hirup-pikuk pencalonan ini saja sudah mendorong pemanasan suhu politik hingga ke desa-desa. Para calon kandidat sudah memanfaatkan khutbah – khutbah jumat, memasang baliho di pinggir jalan, cetak kalender, membuat pertemuan di desa – desa, dan memulai ke dayah – dayah guna mencari dukungan.
Pada lapangan praktis, perjuangan untuk menjadi kandidat independen jauh lebih berat ketimbang maju dari parpol. Seorang calon independen harus mengumpulkan KTP sebagai persyaratan administatif, dan itupun masih akan diverifikasi oleh panitia pemilihan sebelum mendapatkan penetapan sebagai kandidat sah. Berbeda dengan pilkada lima tahun silam dimana surat dukungan banyak orang bisa disatukan dalam satu surat dukungan, maka sekarang ini surat dukungan harus ditandangani setiap orang, dilengkapi KTP dan materai.
Proses pengumpulan KTP ini akan berhadapan dengan beberapa tantangan: Pertama, masyarakat Aceh semakin banyak yang alergi dengan politik, sehingga sangat sulit mendapatkan dukungan maupun KTP dari mereka. Kedua, Karena buruknya administrasi kependudukan, maka masih banyak warga yang belum punya KTP tetapi ada pula yang punya KTP ganda. Ketiga, Menguangtnya pragmatism di tingkatan massa rakyat, yang sangat memungkinkan menjadi lahan subur “politik uang”. Artinya, mereka yang bisa mudah mendapatkan KTP adalah para pembeli surat dukungaan.
Apa yang terjadi selanjutnya ? Dengan waktu yang semakin mepet, dan apatisnya masyarakat terhadap politik, maka banyak kandidat akan mengambil jalan pintas dengan membeli semua KTP dari masyarakat. Ini akan menjadi dilema bagi KIP dan panitia pemantau pemilu, apakah ini politik uang atau bukan, atau apakah ini yang di sebut dengan cost politic?
Tetapi, menurut saya, parameternya sudah sangat jelas: penggunaan uang untuk operasional pengumpulan KTP masuk dalam kategori cost politic, sementara upaya membeli surat dukungan atau KTP dikategorikan politik uang. Modus politik uang saat pengumpulan KTP pun bisa macam-macam, mulai dari modus beli KTP orang secara langsung hingga kedok “foto-copy KTP dengan biaya puluhan ribu”. Paparnya.
Nah, pertanyaannya: bagaimana melihat implementasi pasca MK memenangkan gugatan beberapa orang masyarakat sipil tersebut ? Akankah Pemerintah Aceh baik Eksekutif maupun Legeslatif menyambut baik putusan ini ? Jawab: belum ada jawaban. Tinggal kita lihat sejauh mana DPRA mempercepat pembuatan qanun sebagai acuan Komite Independen Pemilihan (KIP) dalam mewasiti kompetisi pesta demokrasi tahun 2011 ini. Sebab, jika DPRA lambat untuk menciptakan qanun itu, maka proses demokrasi ini bisa teciderai oleh permainan kotor dalam politik.
Ini akan menjadi tantangan besar bagi demokrasi Aceh yang baru lahir kembali. Demokrasi di Aceh akan diuji ketangguhannya di sini. Gerakan rakyat dan gerakan pro-demokrasi harus ambil bagian dalam mengawal proses ini, terutama dalam meminimalkan potensi politik uang dan kecurangan-kecurangan lainnya.Terlepas dari itu semua, ini merupakan sebuah kemajuan demokrasi yang perlu kita kawal dan sempurnakan. Juga, bahwa proses demokrasi ini harus segaris dengan aspirasi kolektif untuk menciptakan perdamaian di Aceh yang Abadi.(SR)

BENDUNGAN MULTI FUNGSI ANEUK GAJAH RHEUT PEUDADA TERBENGKALAI


Bendungan yang telah menelan dana 14 milyar lebih

Peudada, Bireuen

Kecamatan Peudada merupakan salah satu kawasan dalam Kabupaten Bireuen yang berpenduduk 26.680 jiwa dengan jumlah kepala keluarga (KK) 5.743 serta mempunyai jumlah Desa sebanyak 53 Desa, 6 Kemukiman, dan 44 Seuneubok (Desa Non Status) yang ada dalam kawasan peladangan masyarakat. Pemda Bireuen sendiri telah mencanangkan kawasan untuk menjadi satu kawasan yang prioritas utama untuk menjadi kawasan ketahanan pangan. Tapi sampai hari ini kawasan tersebut seperti kawasan tak bertuan, itu jelas terlihat dengan bukti riil dilapangan dengan infrastruktur – infrastruktur yang belum mendukung untuk mewujudkan suatu kawasan yang dicanangkan Pemerintah Daerah untuk menjadi kawasan ketahanan pangan. padahal bukti dilapangan kawasan pedalaman Peudada sempat menjadi primadona idola pertanian khususnya dengan penghasilan kacang kuning yang mempunyai kwalitas terbaik.
Bendungan Aneuk Gajah Rheut di desa Lawang Kecamatan Peudada yang telah menelan dana kurang lebih 14 milyar sampai saat ini belum dapat digunakan oleh masyarakat sekitar kawasan bendungan tersebut, padahal fungsi dari bendungan tersebut adalah sangat multi fungsi sebagai mana keterangan yang diberikan oleh beberapa tokoh masyarakat sekitar, begitu juga keterangan yang diberikan oleh Camat Peudada pada saat MEDIA INI melakukan investigasi kelapangan.
Camat peudada Bapak Munawar.SH dengan ramah mengantar MEDIA INI kelapangan yang di dampingi oleh beberapa tokoh masyarakat dalam kemukiman Peudada untuk melakukan peninjauan langsung kelapangan. Beberapa mamfaat yang dapat dirasakan oleh masyarakat sekitar adalah :
1.      Jarak tempuh masyarakat dengan siapnya bendungan yang ada jembatan ini akan memudahkan sebanyak 52 desa untuk turun ke Kota Peudada membawa hasil pertanian dan keperluan lainnya
2.      Dengan berfunginya Bendungan Aneuk Gajah Rheut ini ke 5 waduk yang ada di sekitar akan teraliri dan akan sanggup mengairi dan akan meningkatakan kesejahteraan masyarakat sekitar bendungan tersebut
3.      Terbukanya tempat parawisata yang islami di wiayah paya laot karna sudah dialiri air dari bendungan Aneuk Gajah Rheut
4.      Dapat mencegah banjir yang setiap tahunnya selalu dirasakan oleh masyarakat Peudada dan sekitarnya

Semua tokoh masyarakat melalui Media ini dari hasil wawancara, sangat mengharapkan kepedulian Pemerintah Daerah untuk segera take action dalam membuka bendungan ANEUK GAJAH RHEUT ini, jangan membiarkan begitu saja, karena dalam pemikiran masyarakat awam pun itu merupakan suatu prospek untuk keberhasilan Bireuen dalam bidang pertanian khusunya di Kecamatan Peudada, begitu penuturan beberapa tokoh masyarakat dan semua tokoh masyarakat sangat mengharapkan pada tahun ini BENDUNGAN ini dapat selesai dan dapat dirasakan mamfaat oleh 52 desa di 6 kemukiman di Kecamatan Peudada.
Dengan selesainya bendungan dan jembatan yang ada di Lawang ini, adalah langkah awal untuk kesejahteraan masyarakat di daerah pegunungan. Selain untuk mengatasi  masalah hasil alam petani dan banyak juga masyasrakat disekitar daerah tersebut berpisah dengan anak-anaknya demi pendidikan, itu semua karena jauhnya jarak tempuh dan ditambah dengan jalan yang hancur seperti kubangan kerbau. Dulu ada jembatan gantung yang menghubungkan 52 desa tersebut, tapi sekarang sudah tidak lagi karena ada  pembangunan BENDUNGAN ANEUK GAJAH RHEUT dan jembatan baru yang  menghubungkan ke 52 Desa tersebut. Tetapi realita sekarang Bendungan tersebut belum selesai dan jembatan juga belum jadi……..?????? (FB)

KUALA JEUMPA KOTA BANDAR MULAI BERBENAH



Bireuen.
Kuala jeumpa merupakan suatu Desa yang konon dalam sejarah merupakan sebuah Kota Bandar Pelabuhan pada masa jayanya Kerajaan Jeumpa, serta merupakan jalur laut yang pernah di tempuh oleh  PANGERAN SALMAN atau lebih jelasnya pemuda tampan yang dikenal dengan Shahrianshah Salman al-Farisi atau Sasaniah Salman Al-Farisi sebagaimana disebut dalam Silsilah keturunan Sultan-Sultan Melayu, yang dikeluarkan oleh Kerajaan Brunei Darussalam dan Kesultanan Sulu-Mindanao dan juga disebutkan dalam Silsilah Raja-Raja Aceh Darussalam oleh Dinas Kebudayaan NAD. Sebagian ahli sejarah menghubungkan silsilah Pangeran Salman dengan keturunan dari Sayyidina Hussein ra cucunda Nabi Muhammad Rasulullah SAW yang telah menikah dengan Puteri Maharaja Parsia bernama Syahribanun. Dari perkawinan inilah kemudian berkembang keturunan Rasulullah yang telah menjadi Ulama, Pemimpin Spiritual dan Sultan di Dunia Islam, termasuk Nusantara, baik di Aceh, Pattani,Sumatera,Malaya, Brunei sampai ke Filipina dan Kepulauan Maluku.
Kerajan Jeumpa yang letak istananya di Desa Blang Sepueng. Masa itu Desa Blang Seupeueng merupakan permukiman yang padat penduduknya dan juga merupakan Kota Bandar Pelabuhan Besar, yang terletak di Kuala Jeumpa. Dari Kuala Jeumpa sampai Blang Seupeueng ada sebuah alur yang besar, biasanya dilalui oleh kapal-kapal dan perahu-perahu kecil. Alur dari Kuala Jeumpa tersebut membelah Desa Cot Bada langsung ke Cot Cut Abeuk Usong atau ke ”Pintou Rayeuk” (pintu besar).
Berdasarkan sejarah yang telah kita semua tahu yang bahwasanya Kuala Jeumpa pernah menjadi sebuah Kota Bandar Pelabuhan terbesar yang pernah disinggahi dan menjadi kota Pelabuhan trasnsit oleh pedagang-pedangan dunia, dan Sekitar awal abad ke 8 Masehi datanglah seorang pemuda tampan bernama Pangeran Salman yang memasuki pusat Kerajaan di kawasan Blang Seupeueng dengan kapal niaga yang datang dari India belakang (Parsi ?) untuk berdagang. Dia memasuki Negeri Blang Seupeueng melalui laut lewat Kuala Jeumpa. Selanjutnya Pangeran Salman tinggal bersama penduduk dan menyiarkan agama Islam. Rakyat di Negeri tersebut dengan mudah menerima Islam karena tingkah laku, sifat dan karakternya yang sopan dan sangat ramah. Dia dinikahkan dengan puteri Raja, dan Pangeran Salman dinobatkan menjadi Raja menggantikan Bapak mertuanya, yang kemudian wilayah kekuasaannya dia berikan nama dengan Kerajaan Jeumpa, sesuai dengan nama Negeri asalnya di India Belakang (Persia) yang bernama ”Champia”, yang artinya harum, wangi dan semerbak.
Kuala Jeumpa sebagian penduduknya bermata pencaharian sebagai nelayan, dimana mereka harus melaut setiap harinya untuk mencari nafkah demi kebutuhan hidup keluarganya sehari-hari, pada tanggal 26 Desember 2004 TPI (Tempat Pendaratan Ikan) dan Dermaga yang ada Di Desa Kuala Jeumpa hancur diterjang Tsunami. Tapi pada tahun 2005 badan dunia PBB melalui Badan Pembangunan Jaringan Global yaitu UNDP (United Nations Development Programme) telah membangun TPI dan dermaga kuala jeumpa yang rusak akibat terjangan Tsunami.
Sekarang ini di Desa Kuala Jeumpa sedang meniti langkah untuk kembali kemasa jaya dahulu, sebagaimana telah termakhtub dalam sejarah yaitu sebuah Kota Perdagangan dan Kota Transit bagi pedagang-pedagang dunia. Sekarang di Desa Kuala Jeumpa sedang di bangun sebuah pelabuhan dan jeti untuk memudahkan boat-boat nelayan merapat ke dermaga Kuala Jeumpa, serta pemindahan mulut kuala yang sudah dangkal,ini merupakan sebuah langkah yang tepat untuk meningkatkan sumber pendapatan masyarakat serta menghidupkan masa-masa jaya seperti dulu.
Camat Kecamatan Jeumpa, Drs Jailani,MM saat dikonfirmasi perihal pembenahan Desa Kuala Jeumpa, mengatakan, “Kuala Jeumpa jalur yang pernah jaya pada masa lampau,itu berdasarkan sejarah Kerajaan Jeumpa dahulu, tapi sekarang dengan pembangunan Jeti dan Pelabuhan di Desa Kuala Jeumpa adalah langkah yang tepat untuk kelancaran Roda Perekonomian masyarakat pesisir pantai” dan di iyakan oleh beberapa tokoh Desa Kuala Jeumpa.
Camat Jeumpa Drs,Jailani, MM juga menambahkan, “kita sekarang lagi membuat permohonan seiringnya siap pembangunan pelabuhan dan jeti kepada Dinas terkait untuk dapat membangun beberapa fasilitas sarana pelengkapan TPI Kuala Jeumpa antara lain ;
·         Pabrik ES batu
·         Industri/pabrik pengawetan ikan

Serta kita juga membuat usulan kepada Dinas terkait untuk dapat membangun untuk ;
·         Pasar daging dan sayur
Di keude Blang Bladeh sebagai pasar induk Ibukota Kecamtan Jeumpa, begitu keterangan camat Jeumpa.
Warga Desa Kuala Jeumpa sangat mengharapkan perbaikan pinggir laut baik dermaga ataupun Tempat pendaratan ikan cepat selesai dan di kerjakan sesuai dengan bestek untuk proyek daerah pesisir, karena di situ merupakan tempat traksaksi bagi warga sekitar dalam menggerakkan roda perekonomian mereka. khususnya warga Kuala Jeumpa Kecamatan Jeumpa Kabupaten Bireuen….(FB)