Powered By Blogger

Senin, 14 Maret 2011

Terkait Kasus Rp.23,8 Miliar Ditubuh Pemkab Aceh Tamiang


LembAHtari Ingatkan Tim Polda, Kajati Aceh dan Sekdakab Aceh Tamiang

Lembaga Advokasi Hutan Lestari (LembAHtari) mengingatkan Tim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polda dan Kejaksaan Tinggi (Kajati) Aceh serta Sekdakab Aceh Tamiang. Terkait kasus Pengadaan Alat Kesehatan (Alkes) Rp.8,8 miliar dan proyek infrastruktur bermasalah senilai Rp.15 miliar Tahun Anggaran 2010 di Bumi Muda Sedia—sebutan Kabupaten Aceh Tamiang.

Direktur eksekutif LembAHtari Sayed Zainal kepada wartawan menegaskan, “jangan sampai tim Tipikor polda dan Kejaksaan Tinggi Aceh lemah dan stag dalam menangani kasus besar senilai Rp.23,8 miliar yang memalukan di Aceh Tamiang ini.” Katanya di posko pengaduan (11/3) Karang Baru.

Tidak hanya Tim Tipikor Polda dan Kajati Aceh, Sayed juga mem-presure Sekdakab Aceh Tamiang untuk tidak bermain dan coba-coba untuk membekukan kasus yang terjadi di kabupaten paling timur Aceh tersebut. “Kita akan menekan kasus ini untuk muncul ke tengah masyarakat dan di meja hijaukan. Untuk ini kita akan kawal terus.” Katanya.

Sayed menohok, telah terjadi makelar kasus dalam pengadaan paket proyek senilai Rp.23,8 miliar Tahun Anggaran 2010. Sebab ada indikasi pihak tertentu mencoba untuk membelokkan dan mengaburkan data dan fakta lapangan. Akibatnya para pelaku dan tokoh inisiator tidak terjamah hukum.

Bahkan;  jika tim Tipikor Polda dan Kajati Aceh serta Sekdakab lemah dalam mengungkap kasus ini, diyakini mereka (tim) tidak mampu untuk mengungkapkan aliran dana yang disalurkan kedalam mega proyek bermasalah tersebut.

Lebih jauh lagi Sayed menjelaskan, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) nomor 113/PMK.07/2010 tanggal 14 Juni 2010, dimana dalam Pasal 3 ayat 1-2 masih melarang melakukan pengalihan dana yang tidak sesuai dengan Permenkeu.

Sedangkan Sekdakab Aceh Tamiang telah melakukan pembelok-kan aliran dana itu; seperti, paket pengerjaan pengerasan dan pengaspalan jalan komplek perkantoran Pemkab Aceh Tamiang senilai Rp.6.404.755.000 dengan nomor kontrak SPK/APBN-P/BP/2010 tanggal 9 Nopember 2010. Dimenang oleh PT Merangin Karya Sejati—domisi Jambi.

“Saya pikir ini adalah tindakan atau perbuatan melawan hukum dan terindikasi telah terjadi mark-up. Ini bisa menjadi perbandingan perusahaan yang dikalahkan dalam pelaksanaan tender, padahal dalam dokumen penawaran pelelangannya lebih riil—nyata.” Ujarnya.

Disisi lain, Sayed juga membeberkan yang berkaitan dengan masalah pengadaan Alkes yang kontraknya senilai Rp.8,842.363.000 nomor Surat Perintah Membayar (SPM) 439/-/SPP-LS/1.02.01.2010 atas nama CV. Fahyusma Sakti domisili Banda Aceh.

Menurut Dia; ada hal yang aneh dan janggal. Sebab tanggal kontrak 10 Desember 2010. Tiga hari kemudian  tanggal 13 Desember 2010 dana bisa di cairkan sementara; indikasinya, barang belum masuk. Sangat ironis. Pihak penerima barang menandatangani laporan perincian dana proyek—progress—sehingga terjadi pencairan. Apalagi indikasinya barang yang ada tidak sesuai dengan spesifikasi awal.

“Dalam kasus ini LembAHtari komit bersama elemen masyarakat akan menggiring dan mengawal kasus ini sehingga proses akhir dalam pemberantasan kasus korupsi di tubuh Pemkab Aceh Tamiang akan terungkap. Termasuk jika oknum Sekda dan oknum anggota Dewan DPRK Aceh Tamiang harus diproses sesuai aturan yang berlaku.” Jelasnya.

Disisi lain, yang dikuatirkan lembAHtari terhadap kinerja Tim Tipikor Polda dan Kajati Aceh; tidak bekerja secara serius. Sayed membuat perbandingan; seperti kasus pembangunan jalan—pengerjaan pengaspalan— desa Suka Mulia/Suka Damai sepanjang 6 ribu meter di Kecamatan Banda Mulia tahun 2007 lalu. Atas nama PT Karya Muda senilai Rp.600 juta lebih.

Dalam proses hukum dipersidangan; pelaku utamanya yang merugikan Negara tidak terjamah oleh hukum—putusan pengadilan 22 Februari 2011 di Pengadilan Negeri Kualasimpang—bahkan ada yang tidak dihadirkan sebagai saksi, sehingga yang menjadi korban bukan pelaku utama. “itu contoh kasus mafia pradilan yang terjadi di Aceh Tamiang, agaknya hukum bisa dibeli dengan uang. Apa memang seperti itu aturan hukumnya Pak.” Tanya Sayed mengakhiri. (TIM)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar